HIDUP MATI KU HANYA UNTUK ISLAM

HIDUP MATI KU HANYA UNTUK ISLAM

Sabtu, 13 November 2010

Pengertian cinta sejati dalam islam

Banyak orang berkata tentang cinta, bahkan mengupas seputar misteri cinta, tetapi mereka tidak mampu memberikan pengertian yang hakiki tentang makna cinta yang sebenarnya. Karena istilah “cinta” yang banyak difahami oleh orang-orang awam adalah “nafsu untuk bisa memiliki apa yang diinginkan” yang hanya didasarkan atas penilaian fisik atau duniawi semata. Sehingga istilah “cinta” yang demikian di dalam Al-Qur’an dan Hadits sering disebut dengan istilah syahwat. Cinta yang demikian sangat mudah dimanipulasi oleh syetan, sehingga Alloh subhanahu wa ta’ala memperingatkan hal ini dalam Al-Qur’an :
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآَبِ
“Dijadikan indah pada ( pandangan ) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkannya, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Alloh-lah tempat kembali yang baik ( yaitu surga ).” ( Qs. Ali ‘Imron : 14 )
Sedangkan rasa cinta yang benar adalah rasa suka yang mengikuti keridhoan Alloh ta’ala sebagaimana firman Alloh ‘azza wa jalla :
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Alloh yang mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Alloh. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Alloh. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa ( pada hari kiamat ), bahwa kekuatan itu kepunyaan Alloh semuanya, dan bahwa Alloh amat berat siksaan-Nya ( niscaya mereka menyesal ).” ( Qs Al-Baqoroh : 165 )
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Tiga perkara yang barangsiapa ada padanya ketiga perkara tersebut niscaya dia akan mendapati manisnya iman : Alloh dan Rosul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya, mencintai seseorang yang dia tidak mencintainya kecuali karena Alloh, dan membenci kembali kepada kekafiran sebagaimana dia membenci dilempar ke dalam api neraka.” ( HR. Al-Bukhori dan Muslim )
Sebagai contohnya adalah rasa suka atau cinta ‘Aisyah kepada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam tumbuh seiring dengan tumbuhnya rasa iman di dalam dirinya kepada Alloh dan Rosul-Nya. Karena seperti yang kita ketahui bahwa ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha dinikahi oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam ketika dia masih berusia 6 tahun – walaupun baru tinggal serumah ketika sudah berusia 9 tahun - yang jelas pada usia semuda itu belum mengerti apa itu cinta. Namun pertambahan ilmunya telah mengantarkannya kepada tumbuhnya perasaan cinta atau suka yang selaras dengan apa yang dikehendaki oleh Alloh ta’ala kepada Rosul-Nya. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita itu dinikahi karena empat perkara : karena harta bendanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah wanita yang beragama, maka kamu akan beruntung.” ( HR. Al-Bukhori dan Muslim )
Demikian pula dengan wanita memilih pasangannya berdasarkan salah satu dari keempat alasan di atas, yakni : paras wajah, kekayaan, jabatan atau agama. Rasa cinta yang benar adalah rasa cinta yang mengikuti kecintaannya kepada Alloh dan Rosul-Nya. Oleh karena itu Alloh ta’ala berfirman :
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji ( pula ), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik ( pula ).” ( Qs. An-Nur : 26 )
Adapun perasaan cinta yang difahami oleh orang-orang awam sebenarnya sekedar cinta dalam pengertiansyahwat, sehingga sering dimanfaatkan syetan untuk menyesatkan manusia. Banyak wanita dan laki-laki yang keluar dari agama Islam atau murtad karena lebih memilih “cinta”-nya bersama pasangannya yang non muslim. Banyak juga kaum laki-laki atau wanita yang menyerahkan kehormatannya kepada pasangan - di luar nikah - dengan mengatasnamakan cinta. Dan masih banyak akibat buruk dari “cinta” yang salah ini.
Kisah pernikahan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dengan ‘Aisyah yang ketika dinikahi belum mengerti arti cinta menunjukkan bahwa cinta yang sebenarnya adalah rasa suka yang didasarkan kepada mencari keridhoan Alloh semata, tanpa terpengaruh oleh godaan paras wajah, kekayaan atau pun jabatan karena ketiga perkara ini adalah fana’ atau pasti akan binasa, tidak akan kekal abadi. Hanya cinta kepada Alloh yang akan bisa kekal abadi hingga perjumpaan kita dengan Alloh ta’ala.
Sehingga CINTA KEPADA ALLOH seharusnya yang menjadi CINTA PERTAMA, CINTA UTAMA dan CINTA SEJATI seorang muslim yang benar-benar beriman kepada Alloh dan Rosul-Nya. Mencintai apa pun dan siapa pun hanya karena Alloh dan membenci apa pun dan siapa pun juga hanya karena Alloh. Inilah gambaran seorang mu’min sejati. Karena cinta pasti berujung kepada penghambaan atau perbudakan, sehingga siapa pun yang mencinta tidak karena Alloh niscaya dia akan diperbudak oleh perasaan cintanya itu. Namun bila dia mencinta karena Alloh niscaya dia hanya akan menjadi hamba Alloh.
Namun ada sebagian kalangan shufi yang berlebihan sehingga keliru dalam memahami pengertian CINTA KEPADA ALLOH. Sampai ada di antara mereka yang mengatakan : “Ma’afkan aku wahai Nabi Muhammad, karena hatiku telah dipenuhi cinta kepada Alloh sehingga tidak ada ruang untuk mencintai siapa pun selain Alloh. Dan wahai Iblis, engkau memang terlaknat, tetapi hatiku telah dipenuhi oleh cinta kepada Alloh sehingga tidak ada tempat untuk membenci siapa pun.” Ini adalah ucapan sesat dan kufur karena salah dalam memahami makna cinta kepada Alloh ta’ala. Karena konsekuensi dari sebuah cinta adalah mencintai semua apa yang dicintai oleh sang kekasih dan membenci semua apa yang dibenci oleh sang kekasih. Termasuk pula konsekuensi dari cinta kepada Alloh adalah mencintai semua yang Alloh cintai, membenci semua yang Alloh benci, mematuhi semua yang Alloh perintahkan dan meninggalkan semua yang Alloh larang.
Kesalahan dari sebagian penganut shufi lainnya adalah beribadah kepada Alloh hanya dengan dasar cinta kepada Alloh tanpa disertai roja’ atau berharap syurga dan tanpa khouf atau takut dari api neraka. Padahal syurga adalah perwujudan balasan cinta Alloh kepada hamba-hamba-Nya sedangkan neraka adalah perwujudan balasan kemarahan Alloh atas hamba-hamba-Nya. Padahal termasuk konsekuensi dari cinta adalah menginginkan atau mengharap perwujudan cinta dari sang kekasih dan mengkhawatirkan amarah dari sang kekasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar